//journal.itny.ac.id/index.php/matra/issue/feedMATRA2024-09-07T11:37:38+07:00Dwi Kunto Nurkukuhdwikunto@itny.ac.idOpen Journal Systems<p>Jurnal Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota</p> <p>MATRA merupakan jurnal ilmiah dalam bidang perencanaan wilayah dan kota yang dikelola oleh Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.</p>//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4306Kajian Aksesibilitas Desa Wisata di Kabupaten Gunungkidul2024-09-07T11:37:37+07:00Yulia Putri RahayuPyulia305@gmail.comDwi Kunto Nurkukuhdwikunto@itny.ac.idSeptiana Fathurrohmahseptiana@itny.ac.id<p><em>Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki potensi pariwisata cukup beragam. Dengan beragamnya potensi pariwisata tersebut, Kabupaten Gunungkidul telah memiliki 38 desa wisata. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pengembangan desa wisata adalah komponen aksesibilitas. Namun, salah satu isu strategis Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul tahun 2021-2026 adalah belum optimalnya pembangunan aksesibilitas di destinasi wisata. Dari 1.150 km jalan yang berstatus kabupaten hanya 40 % yang dalam kondisi baik, 60 % nya dalam kategori rusak ringan dan rusak berat. </em><em>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas desa wisata di Kabupaten Gunungkidul tepatnya Desa Wisata Tepus, Desa Wisata Nglanggeran, Desa Wisata Bejiharjo, dan Desa Wisata Kemadang. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan analisis statistik deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui metode kuesioner, dokumentasi, dan observasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner dengan jumlah responden 100. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat aksesibilitas menuju desa wisata di Kabupaten Gunungkidul dalam kategori baik. Variabel penelitian </em><em>yang tergolong dalam kategori baik adalah kondisi jalan, alternatif jalan, jarak tempuh, akses informasi, dan biaya kunjungan wisata sedangkan variabel penelitian </em><em>yang tergolong dalam kategori buruk yaitu waktu tempuh dan alat transportasi.</em></p>2024-09-07T10:23:09+07:00Copyright (c) 2024 MATRA//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4731Pengaruh Desa Wisata Terhadap Perkembangan Wilayah di Kecamatan Teweh Selatan Kabupaten Barito Utra2024-09-07T11:37:37+07:00Hevea Oriza Anugrahnihevealazubaa@gmail.comAmithya Irma Kurniawatiamithya@itny.ac.idCandra Ragilcandraragil@itny.ac.id<p>Pariwisata menjadi salah satu sektor yang dijadikan andalan dalam meningkatkan perekonomian. Strategi dalam mengembangkan perekonomian khususnya pada wilayah pedesaan yaitu dalam bentuk desa wisata. Sebagai salah satu faktor pembangunan yang menempati ruang, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perubahan kondisi ekonomi, sosial dan fisik geografis. Desa wisata Trahean dan Trinsing yang ditetapkan sebagai daerah wisata sejak tahun 2013 setelah pemekaran kecamatan memberikan pengaruh terhadap kondisi fisik dan non fisik di kedua desa wisata tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh dari keberadaan desa wisata terhadap perkembangan wilayah di Kecamatan Teweh Selatan, Kabupaten Barito Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan komponen 5A pada desa wisata Trahean dan Trinsing belum optimal dalam pengelolaanya dan perlu ditingkatkan kembali dalam meningkatkan daya tarik pariwisata. Keberadaan desa wisata juga belum berpengaruh pada sosial-ekonomi terutama pada perluasan kesempatan kerja sehingga keberadaan desa wisata belum menjadi pekerjaan pokok bagi masyarakat desa wisata. Keberadaan desa wisata terhadap belum mengalami perubahan yang signifikan terhadap tutupan lahan di kedua desa wisata yaitu masih didominasi oleh hutan lahan kering yang mengalami penurunan sebesar 1.726,69 ha dengan presentase (64,80%) .</p>2024-09-07T11:00:57+07:00Copyright (c) 2024 MATRA//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4395Penataan Kawasan Wisata Pantai Batu Menggoro Pasca Bencana Tanah Longsor Guna Menunjang Pengembangan Sektor Wisata, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan2024-09-07T11:37:37+07:00Muammar Khumaidiammarkeder227@gmail.comFahril Fananifahril.fanani@itny.ac.idNovi Maulida Ni’mahnovimaulida@itny.ac.id<p><em>Pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam upaya penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kabupaten Luwu Timur merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang berorientasi pada wisata bahari sehingga sangat potensial untuk melakukan pengembangan sumber daya alam guna menciptakan daya tarik bagi wisatawan, disamping itu diharapkan mampu mengangkat dan mengembangkan sektor pariwisata yang nantinya dapat memberikan kontribusi peningkatan ekonomi bagi masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu kawasan wisata pantai yang ada di Kabupaten Luwu Timur yaitu Pantai Batu Menggoro yang terletak di Desa Harapan, Kecamatan Malili. Kawasan wisata Pantai Batu Menggoro merupakan salah satu obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan pada saat hari libur dan akhir tahun.</em> <em>Pada tahun 2016 wisata Pantai Batu Menggoro terkena musibah bencana tanah longsor yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah di area kawasan pantai. Hingga saat ini kondisi penataan kawasan wisata Pantai Batu Menggoro belum sepenuhnya dilakukan. Perencanaan penataan yang baik dibutuhkan tidak hanya dengan pertimbangan kebutuhan sarana dan prasarana saja, akan tetapi perlu juga mempertimbangkan hubungan antara manusia, alam lingkungan serta aktivitas manusia untuk mengendalikan, menata dan mengatur lingkungannya agar tercipta ruang terbuka yang nyaman dan menyenangkan.</em> <em>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penataan kawasan wisata Pantai Batu Menggoro pasca terjadinya bencana tanah longsor guna menunjang pengembangan sektor wisata Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mencapai tujuan pada penelitian ini dilakukan identifikasi mengenai perencanaan dan penataan ulang Kawasan Wisata Pantai Batu Menggoro pasca bencana tanah longsor. Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penelitian ini menggunakan metode analisis tapak dan metode analisis swot yang bertujuan untuk mengahasilkan Kawasan Wisata Pantai Batu Menggoro yang aman dan nyaman bagi wisatawan</em><em>. </em></p> <p><em> </em></p> <p><strong><em>Kata kunci</em></strong><em> Wisata, Penataan Kawasan, Pantai Batu Menggoro</em></p>2024-09-07T11:12:37+07:00Copyright (c) 2024 MATRA//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4747Analisis Kebencanaan Wilayah Berdasarkan Karakteristik Bentang Lahan di Kabupaten Kulon Progo2024-09-07T11:37:38+07:00Farhan Asrafarizaldi MartoFrhnMrto77@gmail.comIwan Aminto Ardiiwan.ardi@itny.ac.idIwan Priyogaiwan.priyoga@itny.ac.id<p><strong><em>Abstrak</em></strong></p> <p><em>Kabupaten Kulon Progo terletak di sebelah barat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,. Kabupaten Kulon Progo memiliki karakteristik bentang lahan bervariasi yang terdiri dari perbukitan, dataran tinggi, dan dataran rendah. Berdasarkan data dari BPBD Kulon Progo sendiri, wilayah kabupaten ini memiliki beberapa potensi bencana alam seperti tanah longsor, banjir, cuaca ekstrim dan gempa bumi. Faktor penyebab bencana alam yang juga dapat dipengaruhi oleh bentang lahan di suatu wilayah. Adanya karakteristik bentang lahan yang bervariasi di Kabupaten Kulon Progo secara tidak langsung dapat berpotensi menyebabkan terjadinya bencana alam. Penelitian terkait analisis kebencanaan wilayah berdasarkan karakteristik bentang lahan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis (SIG) Sistem Informasi Geografis dan teknik ekstrapolasi pada 7 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh, Temon, Pengasih, Wates, dan Panjatan. Analisis yang dilakukan menggunakan teknik overlay peta bencana alam dan peta bentuk lahan sehingga dapat diketahui bencana alam berdasarkan bentang lahan-nya. Identifikasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis bentang lahan yang ada di Kabupaten Kulon Progo dari proses Denudasional, fluvial, struktural, aeolian, dan marine. Analisis terkait hubungan bentang lahan dengan kebencanaan di wilayah Kulon Progo menjelaskan bahwa pada lahan dengan karakteristik perbukitan berpotensi tinggi terjadi bencana tanah longsor, sedangkan pada lahan dengan karakteristik pesisir dan dataran berpotensi terjadi bencana banjir. Sehingga dari analisis dan identifikasi yang dilakukan, berdasarkan data dari DLH Kulon Progo dibuat arahan Daya Dukung dan Daya Tampung Pengaturan Perlindungan dan Pencegahan Bencana di wilayah Kabupaten Kulon Progo. </em></p> <p><em> </em></p> <p><strong><em>Kata kunci</em></strong><em>— Kebencanaan Wilayah, Bentang Lahan, Penggunaan Lahan, Kulon Progo</em></p>2024-09-07T11:19:03+07:00Copyright (c) 2024 MATRA//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4789Pengaruh Keberadaan Pelabuhan Kedindi Terhadap Perkembangan Spasial di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur2024-09-07T11:37:38+07:00Abelio YotamAbelioyotam@gmail.comCandra Ragilcandraragil@itny.ac.idAmithya Irma Kurniawatiamithya@itny.ac.id<p>Keberadaan Pelabuhan di bumi Indonesia umumnya memberikan pengaruh nyata pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Bidang ekonomi, sosial, ataupun budaya adalah sederet bidang kehidupan yang terkena dampak dari beroperasinya pelabuhan. Dengan adanya pelabuhan aktivitas serta pemenuhan kebutuhan masyarakat lebih terjamin. Penelitian yang berlangsung di Pelabuhan Kedindi, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam pengaruh keberadaan Pelabuhan Kedindi terhadap perkembangan spasial di wilayah di Reo dan Kabupaten Manggarai pada umumnya. Dalam melakukan penelitian ini jenis penelitian yang digunakan berdasarkan rumusan masalah adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan sedangkan metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang memandang realita/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Penelitian kuantitatif merupakan jenis penelitian dengan mengunakan data-data tabulasi, data angka sebagai bahan pembanding maupun bahan rujukan dan menganalisis secara deskriptif. Adapun hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan penggunaan lahan akibat kegiatan pelabuhan serta menunjukan bahwa retribusi Pelbuhan Kedindi terhadap perkembangan spasial pada lokasi yang terbangun di Kalurahan Wangkung memiliki pengaruh.</p> <p><strong><em> Kata Kunci</em></strong> : <em>Pelabuhan, Perkembangan Spasial, deskriptif kualitatif, kuantitatif</em></p> <p> </p>2024-09-07T11:24:04+07:00Copyright (c) 2024 MATRA//journal.itny.ac.id/index.php/matra/article/view/4382Karakteristik Lingkungan Permukiman Pesisir Suku Bajo di Pulau Bungin dan Pulau Kaung NTB2024-09-07T11:37:38+07:00Anggi Utarianggiutari05@gmail.comFahril Fananifahril.fanani@itny.ac.idA. Yunastiawan Eka Pramanaayunastiawan@itny.ac.id<p><em>Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Permukiman pesisir merupakan kawasan unik yang membutuhkan pendekatan khusus dalam memahami karakteristiknya, sebagaimana telah di jelaskan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Pulau Bungin setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penyebaran yang mengarah pada garis pantai yang masih dangkal mempunyai tradisi untuk setiap anak muda yang akan menikah harus membuat pondasi dari batu karang yang akan dijadikan sebagai tempat rumah mereka. Masyarakat Pulau Bungin bekerja Sebagian besar bekerja sebagai nelayan,. Dengan pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang pentingnya konservasi dan keberlanjutan lingkungan, masyarakat yang berpendidikan tinggi dapat menjadi agen perubahan dalam menjaga dan melestarikan ekosistem pesisir. Pulau Bungin dan Kaung sangat rendahnya kualitas lingkungan tidak membuat masyarakat untuk meninggalkan pulau ini, mereka lebih memilih untuk menetap dengan berbagai kondisi yang terjadi. Di sisi lain, karakteristik permukiman suku Bajo mencakup lima elemen</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Kata kunci</em></strong><em> : Karakteristik, Permukiman, Lingkungan, Suku Bajo</em><em>.</em></p>2024-09-07T11:32:56+07:00Copyright (c) 2024 MATRA